Tanggal 22 Oktober selalu menjadi momen istimewa bagi bangsa Indonesia. Hari itu dikenal sebagai Hari Santri Nasional. Sebuah penghormatan dan penghargaan negara kepada santri dan pesantren yang telah mewarnai perjalanan bangsa sejak sebelum kemerdekaan. Peran santri tidak hanya hadir di ruang spiritual dan moral, tetapi juga nyata dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Resolusi Jihad 1945 adalah bukti bahwa santri bukan sekadar pembaca kitab di pesantren, melainkan penjaga martabat bangsa.
Santri dipahami sebagai seorang thalib al-‘ilm (pencari ilmu) yang tidak hanya sekedar untuk menguasai ilmu pengetahuan, tetapi berproses membentuk akhlak, adab, dan kepribadian. Mereka memahami, menerima, dan mengaktualisasikan serta mendakwahkan ajaran Islam secara kaffah yang tercermin dalam kehidupan keberagamaan dan menjaganya di tengah kehidupan masyarakat luas, sehingga santri mampu menjadi agen perubahan ke arah yang lebih baik.
Modal utama santri adalah modal spiritual. Kompetensi spiritual adalah kemampuan untuk berakhlak kepada Allah, menjadi pondasi dasar dalam membangun segala komponen kehidupan agar menjadi hamba yang kokoh, tangguh, dan konsisten dalam menghadapi perubahan zaman tanpa kehilangan arah dan tujuan. Akan tetapi, modal spiritual saja tidaklah cukup jika tidak didukung dengan modal moral. Modal moral berarti kompetensi sosial yang mengarahkan kepada akhlak mulia antarsesama yang mengakar kuat sebagai tradisi seorang santri, sehingga mampu menjadi pribadi yang baik yang dapat diterima dalam kehidupan masyarakat luas.
Negara Indonesia saat ini merupakan hasil dari perjuangan berjama’ah. Santri memiliki peran penting dalam menjaga sekaligus merealisasikan cita-cita luhur bangsa Indonesia menjadi bangsa yang beradab, bermartabat, dan bangsa yang berkontribusi positif bagi umat manusia. Perjalanan ini tentu memerlukan semangat perjuangan (mujahadah), ketekunan (istiqomah), kesabaran dan keihlasan yang kuat dalam meningkatkan kompetensi keilmuan dan pengetahuan dengan menggelorakan semangat belajar tanpa henti. Semangat tersebut menjadi pintu utama terwujudnya peradaban yang bertumpu pada ilmu dan pengetahuan yang dihadirkan melalui modal intelektual. Kompetensi intelektual saat ini semakin berkembang sejalan dengan keterbukaan akses pendidikan, teknologi, dan kolaborasi global. Dari sinilah santri memiliki kesempatan besar untuk menyalakan obor peradaban indonesia untuk dunia.
Santri adalah potret manusia yang membangun dirinya dengan kekuatan spiritual, kekuatan moral dan kekuatan intelektual sehingga muncul dalam dirinya pribadi yang sholih dan mushlih. Menjadi sholih berarti baik secara lahir dan batin. Mushlih adalah pribadi yang berkontribusi kebaikan dan kemanfaatan kepada sesama sebagai konsekuensi hamba Allah yang terbaik. Sebagaimana Allah memuji orang-orang menyeru kepada kebaikan dalam QS: 41: 33 “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?”.
Hari Santri adalah kesempatan meneguhkan komitmen. Peran santri tidak hanya terbatas pada dinding pesantren tetapi juga penentu arah dan arsitek masa depan. Dengan semangat spiritualitas dan jihad dalam ilmu, santri akan terus mengawal Indonesia merdeka menuju peradaban dunia yang adil, damai, dan berkemajuan.
Penulis:
Muhammad Shodiqin, S.H.I.
Kepala Bagian Pembinaan Akhlak Karimah, Pendidikan Agama Islam, Shiroh dan Ekstrakurikuler